Fakta hasil kinerja pelatih, poin Juventus-nya Motta lebih buruk saat ia yang menangani tim hitam putih Italia ketimbang ditangani Allegri.
Dengan hasil imbang 1-1 melawan Atalanta di Bergamo, Rabu (15/01/2025) dini hari WIB, tekanan terhadap pelatih Thiago Motta semakin meningkat.
Banyak media yang mengkritik tentang kinerja Motta selama masa jabatannya. Hingga ia hanya mampu meraih hasil imbang dalam beberapa pertandingan terakhir di Serie A. Di bawah ini FOOTBALLZA akan membahas tentang poin Juventus-nya Motta lebih buruk ketimbang Juventus-nya Allegri.
Perbandingan Performa: Allegri vs Motta
Juventus, salah satu klub paling terkemuka di Italia, telah mengalami dua pendekatan yang berbeda dalam kepelatihan di bawah Massimiliano Allegri dan Thiago Motta. Masa jabatan kedua Allegri dari 2021 hingga 2024 menampilkan tim yang mampu mengumpulkan rata-rata 1.84 poin per pertandingan (PPM) selama 149 pertandingan.
Meskipun Allegri menghadapi kritik mengenai filosofi permainan yang dianggap terlalu konservatif. Ia berhasil mengatur tim dengan baik, memperoleh sukses serta trofi, termasuk gelar Coppa Italia pada tahun terakhirnya. Ini memperkuat reputasinya sebagai pelatih yang mampu meraih hasil meski dalam tekanan.
Di sisi lain, Thiago Motta, yang memegang kendali Juventus sejak Juli 2024, berhasil meraih PPM 2.00 hingga saat ini. Namun, meskipun rata-rata poinnya lebih baik, performa tim di bawahnya tidak cukup konsisten untuk bersaing di level tertinggi.
Juventus di masa Motta mengalami kesulitan, seperti terlihat dari 14 hasil imbang dari total 20 pertandingan yang dijalani di Serie A. Hal ini menunjukkan ketidakmampuan tim untuk mengonversi dominasi permainan menjadi kemenangan, yang mengakibatkan posisinya jauh dari puncak klasemen.
Masalah Dalam Permainan Juventus
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Juventus di bawah Motta adalah ketidakmampuan tim untuk memanfaatkan keunggulan yang dimiliki dalam permainan. Meski sering melakukan penguasaan bola dan menciptakan peluang, banyak pertandingan berakhir dengan hasil imbang.
Dalam laga terakhir menghadapi Atalanta, Juventus terlihat dominan, tetapi gagal memaksimalkan peluang dan hanya mendapatkan hasil imbang 1-1. Motta sendiri mengakui bahwa timnya tidak cukup efektif dalam penyelesaian akhir, yang menjadi titik lemah jelas terlihat dari data pertandingan.
Lebih jauh lagi, statistik menunjukkan bahwa Juventus memiliki kinerja ofensif yang sangat buruk. Tim ini terjebak di peringkat ke-14 untuk total tembakan dan ke-13 untuk tembakan tepat sasaran di Serie A. Ini mencerminkan fakta bahwa walaupun ada potensi untuk mencetak gol, efektivitas tim dalam memanfaatkan peluang tidak memenuhi harapan.
Striker kunci mereka, Dusan Vlahovic, yang diharapkan bisa menjadi andalan dalam mencetak gol, hanya mengantongi satu gol dalam banyak pertandingan. Kegagalan pemain dalam mengoptimalkan peluang ini telah menjadi sumber kekecewaan bagi pendukung.
Perbedaan Pendekatan Taktis
Pendekatan taktis yang diusung oleh Massimiliano Allegri dan Thiago Motta merupakan salah satu faktor kunci yang memengaruhi performa tim Juventus. Allegri dikenal dengan strategi defensif yang terorganisir dengan baik, di mana ia sangat menekankan pentingnya memiliki pertahanan yang solid dan terkoordinasi.
Selama masa kepelatihannya, Juventus mampu menunjukkan ketahanan defensif yang mengesankan, sering kali sukses dalam meraih poin dari tim papan atas dengan memanfaatkan soliditas pertahanan dan strategi permainan yang matang.
Bologna di musim 2023/2024 bahkan mencatat kurang dari dua gol per pertandingan yang kebobolan dan sering kali sukses meredam serangan lawan. Hal ini memungkinkan Juventus di bawah Allegri untuk terhindar dari kekalahan, bahkan dalam keadaan atau situasi yang dianggap sulit.
Di sisi lain, pendekatan yang dilakukan oleh Motta terlihat kurang terstruktur, terutama dalam hal pertahanan tim. Selama kepemimpinannya, Juventus sering kali kebobolan gol di saat-saat kritis, yang tidak jarang mengakibatkan hilangnya poin berharga dari situasi yang seharusnya menguntungkan bagi mereka.
Misalnya, dalam beberapa pertandingan, Juventus memiliki keunggulan sebelum akhirnya gol penyeimbang dari lawan menggagalkan kemenangan. Kelemahan dalam pertahanan ini menunjukkan bahwa strategi yang diterapkan Motta belum sepenuhnya efektif dan masih memerlukan penyesuaian signifikan.
Perbedaan yang mencolok antara kedua pelatih ini terletak pada penekanan mereka terhadap keseimbangan antara penyerangan dan pertahanan. Allegri sangat fokus pada pembuatan sistem yang memberikan prioritas tinggi pada organisasi defensif, yang meminimalisir kebocoran peluang berbahaya bagi lawan.
Juventus selama masa kepelatihannya berhasil menjaga rata-rata kebobolan yang rendah, sementara di bawah Motta, ketidakstabilan dalam pertahanan sering kali mengakibatkan banyak kebobolan, menjadi isu utama yang ustasi harus segera diatasi.
Dengan demikian, penting bagi Motta untuk mengevaluasi dan memperbaiki pendekatan taktis yang ada. Sehingga tim bisa tampil lebih kompetitif dan produktif di lapangan.
Kritik dan Harapan Masa Depan
Kinerja Motta mendapat sorotan tajam dari analisis media dan pengamat sepak bola. Banyak yang mencap Juventus sebagai “spesialis imbang,” menggambarkan ketidakmampuan tim untuk mengonversi hasil imbang menjadi kemenangan.
Hal ini semakin terlihat ketika Juventus gagal mempertahankan keunggulan yang diperoleh. Mencatat banyak momen di mana gol yang tercipta hanya untuk disamakan oleh lawan. Ini tentu menjadi hambatan dalam usaha Juventus untuk bersaing di posisi atas klasemen.
Meski demikian, harapan masih ada bagi Motta untuk mengubah keadaan. Penunjukan Motta sebagai pelatih diharapkan bisa membawa taktik dan gaya bermain Juventus yang lebih modern dan atraktif. Pelatih yang berumur 42 tahun ini dikenal memiliki pendekatan inovatif, yang seharusnya bisa mengubah permainan tim ke arah yang lebih positif.
Penggemar berharap di sisa musim ini, Motta bisa menciptakan kombinasi permainan yang efektif, kemampuan taktikal yang lebih tepat akan sangat menentukan.
Media sosial menunjukkan dukungan dari penggemar untuk melihat Juventus memanfaatkan potensi yang ada. Meskipun tantangan untuk kembali ke jalur kemenangan sangat besar, fokus utama Motta dan staf kepelatihannya adalah memfokuskan kembali taktik tim dan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada dalam permainan. Ini sangat penting untuk pengaruh di Serie A, dan hasil-hasil yang kurang baik saat ini tentunya harus dicarikan solusi segera oleh tim.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, hasil poin Juventus di bawah kepemimpinan Thiago Motta lebih buruk dibandingkan dengan masa kepelatihan Massimiliano Allegri. Meskipun Motta mencatat rata-rata PPM yang tampak lebih tinggi, ketidakmampuan tim untuk mengubah hasil imbang menjadi kemenangan. Serta masalah dalam aspek ofensif dan defensif telah memberikan dampak negatif bagi klub.
Untuk memulihkan kinerja yang diharapkan dan bersaing di puncak klasemen Serie A, reformasi strategis dan pendekatan yang lebih keseluruhan diperlukan.
Penggemar Juventus berharap bahwa tim dapat menemukan momentum dan stabilitas yang hilang. Dengan berbagai tantangan yang dihadapi liga, menarik untuk melihat apakah Motta akan berhasil dalam revitalisasi Juventus serta membawa klub kembali ke jalur yang diharapkan.
Demikian berita seputar sepak bola terbaru mengenai, poin Juventus-nya Motta lebih buruk ketimbang Juventus-nya Allegri. Ikuti terus berita terupdate mengenai Sepak Bola yang dibahas secara detail dan lengkap lainnya ya!