Josep Guardiola, manajer Manchester City, mengakui bahwa ia terlalu berambisi untuk mengubah filosofi permainan timnya terlalu dini, merasa bahwa ambisinya terhadap permainan sempurna membuatnya terburu-buru merombak strategi.
Inovasi taktik yang diinginkannya tidak berjalan karena kurangnya kesiapan pemain. Guardiola menyatakan bahwa ia membuat kesalahan dengan tidak menyadari kesiapan para pemainnya untuk perubahan mendasar yang ia inginkan. Dibawah ini anda akan melihat informasi mengenai sepak bola menarik hari ini yang telah dirangkum oleh FOOTBALLZA.
Pergeseran Filosofi Guardiola di Manchester City
Transformasi besar-besaran sedang terjadi di Manchester City, dengan Josep Guardiola yang merekrut maestro dribel terbaik Eropa. Kedatangan Jeremy Doku, Rayan Cherki, dan Savinho menjadi indikator nyata pergeseran strategi The Citizens. Trio pemain ini dihadirkan untuk mengembalikan pesona seni melewati lawan yang sempat pudar di Etihad Stadium.
Posisi Jack Grealish kini terancam akibat revolusi internal ini, di mana bintang berharga 100 juta pounds tersebut dipaksa berkompetisi sengit dengan para spesialis dribel yang lebih cocok dengan konsep terkini sang pelatih. Pertanyaannya, apa yang tengah disusun oleh strategi brilian asal Spanyol ini.
Namun, mengapa City mendadak memburu para ahli duel satu lawan satu? Guardiola dikenal sangat melekat dengan filosofi permainannya, namun ia tidak lagi kukuh dengan filosofi tersebut. Filosofi sepak bola Guardiola salah satunya adalah penguasaan bola, dengan upaya menyerang timnya yang berpusat pada pemain yang menjaga bola.
AYO DUKUNG TIMNAS GARUDA, sekarang nonton pertandingan bola khusunya timnas garuda tanpa ribet, Segera download!
![]()
Obsesi Guardiola Terhadap Pemain Dribel
Saat pertama kali menjejakkan kaki di Manchester City pada tahun 2016, Guardiola memberikan mandat tegas kepada divisi scouting untuk mencari pemain yang mahir dribel, dengan urusan selanjutnya menjadi tanggung jawabnya.
Instruksi ini memiliki dasar yang kuat karena sepanjang perjalanan kariernya, Guardiola secara konsisten memerlukan pemain dengan keahlian dribel superior. Era Barcelona diwarnai kehadiran Lionel Messi, masa Bayern Munich diperkuat Arjen Robben dan Franck Ribery, dan kini Jeremy Doku menjadi amunisi terdepannya di City.
“Tanggung jawab saya mengantarkan bola hingga sepertiga akhir lapangan. Tugas pemain adalah mengeksekusinya,” demikian filosofi Guardiola yang pernah dibeberkan Thierry Henry. Prinsip inilah yang mendorongnya terus berburu talenta yang mampu mengejutkan melalui kemahiran dribel. Ia juga menekankan pentingnya memberikan ekstra umpan agar tim dapat menyatu.
Baca Juga: Enzo Maresca Meminta Cole Palmer Lebih Kreatif untuk Chelsea
Mitos Anti-Dribel dan Kasus Jack Grealish
Jack Grealish kerap dijadikan rujukan utama untuk memperkuat argumen bahwa Guardiola mengekang kreativitas individual pemain. Namun, realitanya situasi tersebut jauh lebih rumit dari sekadar narasi sederhana. Grealish memang mengalami metamorfosis peran sejak hijrah dari Aston Villa, di mana pendekatan bermainnya yang spontan dan atraktif mengalami adaptasi untuk menyesuaikan sistem City.
“Apabila Anda mampu dribel, lakukanlah. Namun saya yang menentukan timing yang tepat,” tegas Guardiola pada suatu kesempatan. Musim 2022/23 menjadi bukti konkret pernyataan ini, ketika Grealish berperan krusial dalam kesuksesan treble City dengan fungsi barunya sebagai regulator permainan di lini sayap.
Kini, dengan masuknya Doku dan Savinho, posisi Grealish memang mulai tergoyahkan. Hal ini bukan karena kebencian Guardiola terhadap dribel, melainkan karena kebutuhannya akan tipe dribbler yang lebih eksplisit dan frontal untuk menembus barisan pertahanan ketat. Ia tidak lagi kukuh dengan filosofi permainan yang melekat pada dirinya.
Era Baru Manchester City: Dribel Agresif
Musim lalu memberikan pembelajaran berharga bagi Guardiola, di mana City acapkali mengalami kesulitan saat berhadapan dengan tim-tim yang menerapkan formasi defensif kompak. Solusinya adalah mendatangkan pemain-pemain yang bisa membongkar pertahanan melalui aksi dribel.
Jeremy Doku merupakan representasi ideal dari konsep ini, dengan rata-rata lebih dari 10 aksi dribel setiap pertandingan, sementara Savinho dan Rayan Cherki juga didatangkan berkat kemampuan mereka menembus lawan dan mengkreasi peluang. “Tanpa kehadiran pemain yang mahir dribel, tidak mungkin menghadapi tim yang menerapkan pertahanan rapat,” ungkap Guardiola pada tahun 2023.
Pernyataan ini menandai titik balik filosofi permainan City. Filosofi sepak bola ala Guardiola terus berkembang dari dominasi hingga krisis di Manchester City. Dengan penambahan Pep Lijnders sebagai asisten yang terkenal dengan gaya pressing dan serangan kilat ala Liverpool. Manfaatkan juga waktu luang anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi tentang berita sepak bola terupdate lainnya hanya dengan klik footballza88.com.